Minggu, 05 Juli 2009

Trauma, Hindari Bicara Politik dan Warnet.

Selasa, 07 Juli 2009 , 08:42:00
Didatangi Dubes RI di Mesir, Faturrahman dkk Minta Pengamanan Khusus
Trauma, Hindari Bicara Politik dan Warnet



ASAL RIAU: Tim sepakbola mahasiswa asal Riau yang kuliah di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Pascakasus yang menimpa Faturrahman dkk, ketenangan mereka beraktivitas juga terganggu.(istimewa)
PEKANBARU (RP) - Pascapenyiksaan yang dialami Faturrahman dan tiga rekannya oleh polisi Mesir pada Ahad (28/6) hingga Rabu (1/7) lalu, masih menyisakan trauma mendalam bagi semua mahasiswa Riau yang menuntut ilmu di Universitas Al Azhar, Kairo. Bila di siang hari menjalani hidup secara normal namun membatasi diri, pada malam hari ketakutan akan “tamu tak diundang” itu kembali mendera.

Rasa trauma yang masih dirasakannya itu, menjadikan Faturrahman dkk mengharapkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Mesir memberikan pengamanan khusus bagi mereka. Hal ini disampaikan langsung Faturrahman ketika Dubes RI untuk Mesir, AM Fahri, bersama dua stafnya mengunjungi mereka beberapa hari yang lalu. ‘’Kami masih trauma dengan kejadian itu. Waktu KBRI datang ke rumah, kami meminta perlindungan dan pengamanan khusus untuk kami. Kami takut hal serupa terulang lagi,’’ jelas Faturrahman kepada Riau Pos melalui sambungan internasional, Senin (6/7).

Faturrahman mengatakan, rasa trauma tersebut juga dirasakan tiga rekannya yaitu Arzil, Tasrih Sugandi dan Ahmad Yunus. Meski fisik sudah mulai membaik, bekas penyiksaan oknum polisi Mesir masih tersisa seperti di kemaluan dan perut mereka. ‘’Kalau fisik sudah membaik. Hanya saja setiap melihat bekas luka bakar yang disebabkan penyiksaan mereka (polisi Mesir, red) trauma itu kembali muncul lagi. Takut itu terulang lagi,’’ ungkapnya mahasiswa semester akhir asal Kabupaten Rokan Hulu ini.

Saat kedatangan Duta Besar RI tersebut, lanjutnya, Duta Besar sempat megatakan akan terus mendesak Pemerintah Mesir mengejar pelaku penyiksaan. Selain tindakan itu merongrong kebebasan mahasiswa Indonesia dalam mendapatkan pendidikan, juga membuat mahasiswa asal Indonesia ketakutan. Di luar dari itu, ungkapnya, hingga saat ini pihak kepolisian Mesir belum menjelaskan secara resmi alasan penangkapan tersebut, apakah terlibat suatu jaringan atau salah tangkap.

Bahkan, sesuai penuturan Faturrahman, pihak KBRI sudah melayangkan surat protes kedua kepada pemerintahan Mesir. Surat protes pertama dilayangkan KBRI untuk melepaskan Faturrahman dan rekan setelah tiga hari menjalani kurungan dan penyiksaan.‘’Saat berkunjung kemarin, KBRI mengaku sudah melayangkan surat protes kedua kepada Pemerintah Mesir. Mereka akan mendesak Pemerintah Mesir menindak pelaku penyiksaan yang dari pengetahuan saya ada tiga orang,’’ jelasnya.

Terkait Ismail Nasution —rekan Faturrahman yang merupakan pemilik Poster pendiri Hamas M Yasin— yang menjadi salah satu alasan penangkapan empat mahasiswa asal Riau ini, saat ini sudah tuntas. KBRI sudah mengklarifikasi kejadian sebenarnya dan pihak Mesir juga sudah menerima. Hanya saja, saat ini Ismail Nasution tidak bisa dihubungi karena sedang berada di luar.

‘’Ismail sedang berada di luar, tapi kondisinya baik saja. Masalah kepemilikan poster M Yasin juga sudah diklarifikasi pihak KBRI ke Pemerintahan Mesir dan diterima. Jadi dia sudah terbebaskan ­dari tuduhan,’’ jelas Faturrahman.

Meski begitu, Faturrahman mengakui, Ismail sempat syok dengan penangkapan dan penyiksaan yang menimpa rekannya. Tidak ditangkapnya Ismail pada saat itu karena yang bersangkutan tidak berada di flat bersama rekan-rekannya.

‘’Dia (Ismail, red) sempat syok juga. Ketika mengetahui bahwa masalahnya sudah diselesaikan KBRI, kini dia biasa saja. Kehidupannya juga normal seperti biasa. Namun dia mengaku masih ketakutan juga, pasalnya hingga saat ini belum ada keterangan Pemerintah Mesir terkait masalah ini,’’ ungkapnya.

Rasa trauma juga dialami lebih kurang 170 orang mahasiswa Riau yang tengah menuntut ilmu di negeri Ummul Bilad tersebut. Ketakutan terhadap polisi Mesir itu diungkapkan Ketua Kelompok Studi Mahasiswa Riau (KSMR) Al Azhar Kairo, Khairudin Ahmad Jais kepada RPG melalui fasilitas Yahoo Messenger, Senin (6/7).

Merasa trauma melihat apa yang dialami empat rekan mereka tersebut, mereka pun kini sepakat memilih bersikap lebih waspada, hati-hati dan saling menjaga satu sama lain. ‘’Terus terang, kita semua di sini sudah seperti saudara. Jadi begitu ada rekan kita yang mengalami penyiksaan sedemikian rupa, trauma itu terasa sekali. Pascakejadian, teman-teman asal Riau khususnya, kita minta untuk sementara menghindari membuka situs-situs tidak jelas di Internet,’’ ujar mahasiswa tingkat akhir jurusan Dakwah Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir ini.

Bukan hanya membatasi akses internet, sesuai dengan arahan dari KBRI di Kairo, mahasiswa Indonesia pasca kejadian diminta tegas untuk tidak terlibat dalam berbagai organisasi di luar kepentingan studi.

‘’Kita juga diminta untuk menghindari berbicara soal politik. Karena di sini bicara soal politik atau menyinggung tentang pemerintah, cepat sekali tercium oleh polisi. Mereka tidak perduli meski Indonesia adalah Negara Islam terbesar didunia. Bagi mereka semua mahasiswa di sini sama saja. Kalau aneh-aneh, langsung ditangkap,’’ ujar Khairul, demikian sapaan akrabnya.
Sebagai satu-satunya organisasi yang menaungi mahasiswa asal Riau, Khairul mengungkapkan bahwa pascakejadian penangkapan dan penyiksaan tersebut, membuat mahasiswa asal Riau kini lebih berhati-hati dan waspada terhadap siapa saja.

’’Lebih baik teman-teman sementara menghindari warnet untuk buka situs internet. Di sini boleh saja memotret, tapi pada tempat tertentu lebih baik jangan dulu. Apalagi gunakan kamera dengan menggunakan blitz bisa berbahaya, apalagi kalau diambil malam hari. Dimana-mana bisa ada mata-mata polisi. Kita sekarang semakin trauma saja. Karena bukti bahwa polisi Mesir tidak pandang bulu itu, sudah terbukti dengan musibah yang dialami empat rekan kita,’’ jelasnya.

Mengingat kembali kejadian pada saat penangkapan empat rekan mereka, Khairul mengatakan, begitu mendapat kabar empat rekan mereka ditangkap, pengurus KSMR langsung melaporkan kasus tersebut ke KBRI untuk mencari perlindungan. ’’Karena kami sangat mengenal para korban. Arzil dan Tasri Sugandi baru saja dua bulan di Kairo. Kami baru bisa akses kekedutaan pada pagi harinya. Karena mereka ditangkap pada pukul 02.30 WIB saat tengah tidur di kos mereka yang terletak didaerah Tub Romli Hay Asyir Nasr City Cairo. Saat kami coba hubungi, handphone mereka sudah non-aktif,’’ katanya.

Khairul mengatakan, dari salah satu korban bernama Faturrahman, saat ditemui sesaat usai keluar dari penjara pasca penahanan 3X24 jam, sebenarnya saat polisi telah melakukan penggeledahan terhadap kamar kos mereka, polisi awalnya bersikap baik. Perubahan baru terlihat ketika polisi Mesir melihat ada poster Syeikh Ahmad Yasin serta gambar silsilah Hamas.

‘’Saudara Faturrahman mengatakan, pada saat melihat poster itulah polisi mulai memukuli mereka yang sebelumnya sudah disuruh berkumpul. Mereka diduga mahasiswa pendukung organisasi Islam garis keras yang ditentang pemerintah. Akhirnya mereka dibawa ke penjara dengan menggunakan mobil. Selain itu polisi juga menyita video yang berkaitan dengan Ikhwan Muslimin, sebuah organisasi Islam garis keras yang bertentangan dengan Pemerintahan Mesir,’’ katanya.

Padahal pemilik dari video, buku dan poster tersebut kata Khairul, bukan empat mahasiswa Riau tadi melainkan milik mahasiswa Indonesia asal Tapanuli Selatan bernama Ismail Nasution. Pada saat kejadian, Ismail tengah study tour keluar kota Kairo. Selain menahan empat mahasiswa, polisi juga menyita tiga unit komputer lengkap CPU milik para korban.

‘’Begitu kita dapat kabar besok harinya langsung kita ke kedutaan. Hingga akhirnya teman-teman dibebaskan. Begitu bebas, teman-teman kembali ke kos dengan penuh rasa trauma. Begitu juga kita-kita semuanya. Apalagi melihat bekas penyiksaan yang di luar batas kemanusiaan. Sekarang ini, karena peristiwa tersebut, lebih baik menghindari ketemu polisi di jalan,’’ kata Khairul.

Khairul pun dengan gamblang mengatakan, bahwa seharunya peristiwa seperti ini tidak perlu terjadi, andai ada perhatian dari pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Riau. ‘’Bukannya ingin mencari kesalahan, tapi sebenarnya inilah yang kami sayangkan. Peristiwa ini tidak perlu terjadi, andai kami mahasiswa Riau di Mesir memiliki asrama mahasiswa seperti mahasiswa dari provinsi lainnya,’’ kata Khairul.

Khairul mengatakan, dengan jumlah mencapai 170 orang dan terus bertambah setiap tahunnya, mahasiswa asal Riau di Mesir terpaksa harus terpencar-pencar mencari tempat kos karena tidak memiliki asrama. Akibatnya, pengawasan yang dilakukan pun sulit, termasuk guna memberikan perlindungan bila terjadi hal yang tidak diinginkan.‘’Setiap tahun kami mengajukan proposal pengadaan asrama ke Pemprov Riau, tapi setiap tahun pula yang kami dapat hanya janji dan janji. Dengan kejadian ini, kami sangat bermohon perhatian dari Gubernur Riau. Karena sepertinya, hanya mahasiswa Riau yang hingga kini tak punya asrama mahasiswa. Kalau saja punya asrama, mungkin tak perlu empat saudara kami dibawa ke kantor polisi tanpa ada pembelaan. Terlebih lagi, keempatnya memiliki visa pelajar resmi,’’ sesal Khairul.

Khairul mengungkapkan, kini 170 mahasiswa Riau yang tengah menempuh pendidikan di Al Azhar, harus hidup terpisah di berbagai kota seperti Zaqoziq, Thanta, Mansurah, Tafhana dan lain sebagainya. Dengan terpencar-pencar seperti ini, pengawasan dan perlindungan terhadap hak-hak pelajar yang mereka miliki, jadi tidak bisa dilakukan secara maksimal.

‘’ Kami sangat berharap, Pak Gubernur mau datang dan melihat kondisi kami di sini yang sangat memprihatinkan. Termasuk menjenguk rekan-rekan kami yang jadi korban salah tangkap tersebut,’’ ujar Khairul.

Khairul mengatakan, kini ditengah rasa trauma pasca kejadian tersebut, para mahasiswa asal Riau berupaya tetap tegar.’’Kami anggap ini adalah musibah kami bersama. Musibah kita semua. Kita sudah berkumpul dan terus berkoordinasi dengan KBRI dan juga persatuan organisasi mahasiswa Indonesia lainnya. Mudah-mudahan hal serupa jangan sampai terjadi lagi,’’ harapnya.

Tidak Diekspos Media Mesir
Kasus penyiksaan ini dipublikasikan dengan gencar media di Indonesia mulai dari media lokal di Riau hingga media nasional. Tapi, tidak demikian halnya dengan media-media di Mesir. Tidak satu pun media cetak atau elektronik di Mesir mengangkat permasalahan ini ke permukaan. Hal ini diakui Faturrahman saat keluar rumah atau berjumpa dengan rekannya di Kampus Al Azhar.

‘’Mereka biasa saja, bahkan mereka tidak tahu jika saya dan rekan lainnya mengalami penganiayaan dan ditangkap. Pasalnya tidak satupun media cetak dan elektronik mengangkat kasus ini. Jadi kehidupan kami normal saja,’’ jelas Faturrahman yang ketika penangkapan terjadi baru selesai ujian semester.

Anak pendiri Ponpes Khalid bin Walid Pasirpengaraian, Kabupaten Rokan Hulu ini mengungkapkan, satu-satunya kantor berita internasional yang sempat mewawancarai mereka adalah BBC, yakni beberapa hari setelah mereka dilepas dari tahanan.

Saat ini, Faturrahman dan mahasiswa Indonesia lainnya masih melaku­kan kegiatan rutin seperti ke pustaka, salat dan diskusi. Hanya pada malam hari, mereka masih terus waspada, takut kejadian yang sama terjadi lagi. ‘’Beberapa rekan ada yang pulang ke Indonesia, kalau saya dan beberapa rekan masih berada di Mesir. Kehidupan kami seperti biasanya, hanya kalau sudah malam kami harus waspada. Takut kejadian yang sama terulang lagi,’’ ungkapnya.

Namun saat ditanya Riau Pos keinginan Faturrahman pulang ke Riau, dia mengaku sangat ingin. Apalagi saat ini mereka sedang libur semester. Hanya saja, dia mengaku mengalami keterbatasan dana.

‘’Kalau ditanya pulang ke Indonesia, tentu saja saya mau. Saya mau jumpa keluarga terutama orang tua saya. Tapi dana saya terba­tas, tapi jika ada yang menganggarkan kenapa tidak,’’ ujar Faturrahman seraya mengakhiri percakapan.

Panggil Dubes Mesir Segera
Tuntutan agar kasus salah tangkap empat mahasiswa Indonesia di Mesir dituntaskan terus menguat. Salah satunya dari Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Mantan Presiden PKS itu meminta Departemen Luar Negeri (Deplu) segera memanggil Duta Besar (Dubes) Mesir di Indonesia.

“Kejadian itu mengganggu konsentrasi belajar para pelajar Indonesia di Mesir. Sebaiknya pemerintah Indonesia melalui Deplu memanggil Duta Besar Mesir,” ujar Hidayat di Jakarta, Senin (6/7). Empat mahasiswa, yakni Fathurrahman, Ahmad Yunus, Azril, Tasrih Sugandi ditangkap polisi Mesir awal Juli lalu. Mereka sempat disiksa selama dua hari lalu dibebaskan.

Hidayat menilai motif penangkapan sebagai alasan polisi itu aneh. “Kalau dikatakan terlibat Ikhwanul Muslimin, mereka (Ikhwan) itu bukan teroris. Mereka lama di Mesir dan banyak membantu kehidupan sehari-hari,” katanya.

Hidayat khawatir apabila kejadian serupa terus terjadi, bisa jadi pelajar Indonesia menjadi takut belajar di luar negeri. “Apalagi, mereka datang dengan beasiswa. Jangan sampai pelajar Indonesia menjadi enggan belajar di luar negeri,” kata suami Diana Abbas Thalib itu.

Hidayat berharap pemerintah bekerja maksimal memberi jaminan keamanan pelajar di luar negeri. “Ini sudah sangat serius, saya harap Deplu segera mengambil langkah efektif pembebasan dan untuk menanggulangi agar masalah serupa tidak terjadi lagi,” katanya.

Terpisah, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda berharap penganiayaan yang diderita empat mahasiswa Indonesia di Mesir itu tidak terulang.. Wirajuda mengatakan apa yang terjadi di Mesir itu dapat dikategorikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). “Pelanggaran HAM seorang tersangka dalam proses penyelidikan,” ujar Hassan di Jakarta kemarin.

Menurut Menlu, Departemen Luar Negeri telah melayangkan nota protes kepada Pemerintah Mesir terkait peristiwa ini. Namun Wirajuda mengatakan belum mendapat jawaban dari Pemerintah Mesir. “Mungkin mereka perlu waktu untuk proses internal dan verifikasi,” ujarnya.

Kedutaan Mesir di Indonesia belum memberikan keterangan resmi terkait insiden ini. Saat JPNN mendatangi kantor Kedutaan Mesir Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta kemarin, seorang petugas keamanan hanya meminta JPNN meninggalkan kartu nama.

“Nanti, Anda akan dihubungi,” kata satpam dengan pengenal nama dada Saptono itu.(rdl/jpnn/afz/rpg/cr2/new/fia)

0 komentar:


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Bands. Powered by Blogger
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: